MENGAPA PERLU MENGGANTI KUHP?
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia merupakan salah satu produk warisan kolonial Belanda. Oleh karena itu, muncul suatu upaya untuk memperbaharui KUHP tersebut yang dilatarbelakangi oleh perkembangan budaya atau sosial kultural dalam masyarakat. Dimulai sejak tahun 1964, pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) pada akhirnya disahkan,oleh DPR RI pada tanggal 6 Desember 2022.
Dalam pembahasan RUU KUHP, tidak hanya sekedar mengubah teks/kalimat, redaksi, dan substansi pasal-pasal dari KUHP. Namun, juga mengubah atau memperluas ide dasar terkait asas-asas di dalamnya. Pembahasan mengenai ide dasar terkait asas-asas dalam RKUHP, khususnya pada asas legalitas diperluas konsepsinya. Hal ini, agar peraturan undang-undang hukum pidana sesuai dengan kultur bangsa Indonesia, tidak hanya dari sisi kepastian hukum, namun juga pada sisi keadilan hukum. RUU KUHP juga harus memperhatikan aspek nilai-nilai yang sudah mengakar kuat pada kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya kesesuaian antara hukum pidana dengan masyarakat di mana hukum pidana tersebut diberlakukan sebagai prasyarat baik atau tidaknya hukum pidana itu sendiri. Hukum pidana dapat dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai atau kultur yang dimiliki masyarakat. Sedangkan, hukum pidana dapat dikatakan buruk apabila hukum tersebut telah usang atau tidak bisa mengikuti perubahan zaman, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kultur masyarakat Indonesia. Selain itu, hukum pidana dapat dikatakan sesuai apabila mampu untuk melakukan evolusi atau perubahan bertahap sesuai dengan perubahan yang ada dalam masyarakat, dan bukan melakukan revolusi atau perubahan secara mendadak.

